Jakarta, CNBC Indonesia - Mengejutkan! Kendati Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup koreksi 0,73% di level 6.026,19 pada perdagangan Selasa kemarin (26/11/2019), tapi transaksi saham harian meroket hingga menembus Rp 13,33 triliun di pasar reguler.
Data perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat, nilai transaksi fantastis kemarin itu terjadi setelah dalam beberapa hari terakhir perdagangan saham hanya tercatat di bawah Rp 8 triliun per hari.
Bahkan pada pukul 15.00 WIB, sejam sebelum pasar tutup, nilai transaksi baru menyentuh Rp 4 triliun.
Ini cukup mengejutkan, dan yang menarik, transaksi harian Selasa kemarin yang jauh lebih besar dari biasanya itu terjadi di pasar reguler, sedangkan biasanya transaksi jumbo yang dilakukan secara 'sembunyi-sembunyi' dipraktikkan di pasar negosiasi.
Transaksi 'senyap' masih dilakukan, tetapi kali ini dengan cara dieksekusi di pasar reguler ketika data pasar ditutup otoritas bursa pada pra-penutupan (pre-closing) dan berlanjut pada pasca-penutupan (after-market/post-trading).
Sebagaimana diketahui, khusus perdagangan di pasar reguler, BEI menyiapkan waktu tambahan di luar waktu normal untuk bertransaksi. Untuk sesi pre-closing berlangsung pukul 15.50-16.00 WIB. Pada periode ini, order jual-beli tidak muncul dalam layar incoming order. Sistem bursa akan mempertemukan order jual-beli berdasarkan best priority dan time priority pada pukul 16.01-16.05 WIB.
Pada sesi tersebut, terjadi proses pembentukan harga penutupan atau closing.
Setelah pasar ditutup, investor masih bisa bertransaksi mulai 16.05-16.15 WIB atau pasca-penutupan. Namun di sesi ini transaksi cuma boleh dilakukan pada satu harga, yakni harga penutupan hari itu.
Transaksi di akhir sesi tersebut biasa dinamakan 'marking the close', yaitu praktik membentuk harga secara semu di akhir transaksi dengan nilai minimal. Namun, kali ini, 'marking the close' dilakukan dengan nilai transaksi yang ruarr biasa dan harga yang terbentuk tidaklah tidak semu.
Setidaknya skema tersebut terjadi pada saham yang nilai transaksinya meroket pada Selasa kemarin.
Lihat saja saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang transaksi sahamnya di pasar reguler mencapai Rp 1,21 triliun. Meskipun harga saham bank milik Grup Djarum tersebut dibanting di awal perdagangan, tetapi nilai transaksi baru menebal di periode after-market. Harga saham BBCA Selasa kemarin naik tipis 0,16% di level Rp 31.425/saham.
Selain BBCA, transaksi saham di PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) juga tinggi yakni yakni Rp 1,09 triliun, dengan volume perdagangan 281 juta saham, tapi saham TLKM minus 2,28% di level Rp 3.860/saham.
Hal yang sama juga terjadi pada saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT ACE Hardware Tbk (ACES), PT XL Axiata Tbk (EXCL), dan PT Surya Citra Media Tbk (SCMA).
Foto: Nilai transaksi saham beberapa emiten, Selasa, 26 November 2019 (Data: BEI, diolah Irvin Avriano/CNBC Indonesia)
|
Dengan menjumlahkan seluruh transaksi saham di pasar reguler 21 emiten yang nilainya di atas Rp 100 miliar, akan didapatkan nilai transaksi Rp 8,98 triliun, sebagaimana terekam dalam tabel di atas.
Jumlah itu membuat nilai transaksi kemarin meroket menjadi Rp 13,33 triliun, tertinggi sejak 28 Juni.
Foto: Morgan Stanley (REUTERS)
|
Net sell dan Indeks MSCI
Investor asing juga terlihat 'membuang' saham domestik di pasar secara bersih (nett foreign sell) di pasar reguler senilai Rp 1,55 triliun dan di semua pasar net sell Rp 1,57 triliun (tambahan net sell di pasar nego dan tunai Rp 22,62 miliar).
Dalam sebulan terakhir, asing keluar Rp 6,90 triliun di pasar reguler, dan year to date asing mencatat aksi jual bersih Rp 25,16 triliun.
Kemarin, data BEI merangkum ada lima saham dengan nilai net sell asing besar yakni SCMA Rp 332,91 miliar, TLKM Rp 268,51 miliar, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) Rp 154,52 miliar, BBRI Rp 142,23 miliar, dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) Rp 139,39 miliar.
Sementara, lima saham yang mencatat aksi beli bersih (net buy) asing yakni EXCL Rp 52,65 miliar, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) Rp 43,69 miliar, PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN) Rp 7,43 miliar, PT Indosat Tbk (ISAT) Rp 6,14 miliar, PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) Rp 5,41 miliar.
Salah satu informasi yang beredar di antara broker kemarin terkait dengan gencarnya investor asing 'buang barang' adalah adanya penyesuaian indeks MSCI.
Ini bukan hanya penyesuaian (rebalancing) investor institusi global pada indeks MSCI Indonesia, tetapi juga pada indeks MSCI Emerging Market.
Hal tersebut terkait dengan mulai ditambahkannya saham-saham kelas A asal China ke indeks-indeks MSCI Emerging Market yang sudah memasuki tahap ketiga. Masuknya saham-saham dari Negeri Tirai Bambu tersebut tentu dapat menurunkan bobot dari saham negara berkembang lain, termasuk Indonesia.
"MSCI akan mengimplementasikan tahap ketiga inklusi saham kelas A asal China ke indeks-indeks MSCI Emerging Markets. Saham kelas A China akan berbobot 12,1% dan 4,1% masing-masing dalam indeks MSCI China dan indeks-indeks MSCI Emerging Markets," tulis pengumuman MSCI pada 7 November.
Tahun lalu, Deutsche Bank pernah mengeluarkan estimasi bahwa jika inklusi saham-saham kelas A asal China ke dalam indeks-indeks MSCI Emerging Market tuntas, maka akan membuat porsi saham-saham asal Negeri Tirai Bambu bertambah menjadi 42%, sedangkan porsi Indonesia akan berkurang menjadi 1,76% dari sebelumnya 2,15%.
Aksi yang sama juga diprediksi akan memicu keluarnya dana asing dari pasar domestik mencapai Rp 16,5 triliun (saat itu setara US$ 1,2 miliar).
Besarnya nilai transaksi kemarin menghentikan nilai transaksi rendah dalam 11 hari perdagangan terakhir yang difasilitasi sistem perdagangan BEI di mana nilainya berada di bawah Rp 8 triliun per hari dan membuat rerata transaksi harian bulan ini hanya Rp 7,15 triliun/hari.
Nilai rerata transaksi harian saham November tersebut turun 24,34% dari rerata transaksi 10 bulan pertama 2019 yang tercatat Rp 9,46 triliun/hari. Angka itu masih lebih rendah dari rerata transaksi tahun lalu Rp 8,5 triliun/hari dan tahun sebelumnya Rp 7,6 triliun/hari.
Rendahnya nilai transaksi turut diperparah oleh koreksi IHSG sepanjang November 2,54%, yang masih menyisakan 4 hari transaksi lagi. Indeks utama domestik tersebut turun menjadi 6.070 dari posisi 6.228 pada akhir Oktober.
Salah satu penyebab koreksi yang terjadi di pasar saham adalah aksi lepas saham oleh investor asing yang menunjukkan ketidaktertarikan investor global untuk memegang portofolio saham domestik bulan ini.
Penyebab lain yang bisa diduga menjadi penyebabnya adalah transaksi saham lapis tiga, atau biasa disebut saham gorengan, yang terkendala beberapa kebijakan penertiban pasar oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Awalnya diprediksi hanya berdampak kecil di pasar, tapi ternyata setelah adanya pengetatan batasan pinjaman transaksi saham-saham tersebut di perusahaan broker serta adanya wajib lapor bagi asuransi dan dana pensiun yang sempat menitipkan sahamnya di portofolio reksa dana, turut berdampak signifikan ciutnya transaksi pasar saham hingga 24,34%.
Rebalancing MSCI, dorong IHSG
(tas/tas)
Bisnis - Terkini - Google Berita
November 27, 2019 at 07:02AM
https://ift.tt/2P0t61Z
Wah! Nilai Transaksi Tembus Rp 13 T, 21 Saham Ini Pemicunya - CNBC Indonesia
Bisnis - Terkini - Google Berita
https://ift.tt/34Gk0OK
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Wah! Nilai Transaksi Tembus Rp 13 T, 21 Saham Ini Pemicunya - CNBC Indonesia"
Post a Comment