JPMorgan menyatakan saham-saham di bursa Asia, utamanya Korea Selatan dan India akan memiliki kinerja yang sangat baik hingga tahun 2020.
"Kami memperkirakan target Indeks MSCI Asia ex-Japan sebesar [di level] 750 pada enam bulan awal 2020. Namun, pada akhir tahun, kami memperkirakan [pencapaiannya] di 700," kata Kepala Riset saham Asia ex-Japan J.P. Morgan, James Sullivan, dikutip CNBC International, Kamis (28/11/2019).
MSCI Asia ex Japan adalah indeks yang berisi saham-saham unggulan yang mewakili 2 dari 3 pasar negara maju (tidak termasuk Jepang) dan 9 negara berkembang (Emerging Markets) di Asia. Dengan 985 konstituen, indeks ini mencakup sekitar 85% dari kapitalisasi pasar yang disesuaikan bebas mengambang di setiap negara.
Namun, JPMorgan mengatakan, target akhir tahun 2020 untuk berbagai indeks acuan utama di seluruh bursa Asia, termasuk China, Korea, dan India, diperkirakan hanya naik 8% di atas level saat ini.
Pertimbangannya ialah adalah pelonggaran kebijakan agresif tahun ini, memperhitungkan guncangan sentimen yang disebabkan oleh ketidakpastian dalam perdagangan (AS-China), dan ketidakseimbangan makro yang terbatas. "Pertumbuhan [indeks] tampaknya akan turun di kuartal IV 2019 dan membaik pada 2020," tambah Sullivan.
Lebih lanjut, pada semester pertama 2020 mendatang, Sullivan menyebut keadaannya mungkin akan lebih sulit dibandingkan sisa 6 bulan terakhir berikutnya.
Itu dikarenakan akan ada sedikit sentimen negatif dari pemilihan umum (pemilu) presiden di Amerika Serikat (AS). Pemilu presiden akan diadakan di AS pada November 2020.
"Anda mulai beralih ke musim pemilihan di AS, tidak akan ada banyak dorongan kebijakan saat kita menuju periode waktu itu," jelasnya.
Namun begitu, Sullivan mengatakan bahwa kenaikan saham-saham di bursa Asia akan terus terjadi karena permintaan teknologi global pulih dan banyak perusahaan melanjutkan investasinya.
"Saham Korea dan India, khususnya, dapat mengambil manfaat dari tren ini dan mengejutkan investor," kata Sullivan.
Khusus Indonesia, JPMorgan mengungkapkan ada tiga alasan mengapa kinerja IHSG dapat melesat hingga double digit dari posisinya saat ini.
Pertama adalah koalisi gemuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada periode pemerintahannya yang kedua membuat Jokowi lebih mudah untuk mengeksekusi kebijakan mengingat tak ada resistensi di parlemen.
Faktor kedua adalah agenda penyederhanaan aturan undang-undang melalui skema Omnibus Law yang diharapkan dapat menarik lebih banyak investor asing dan membuat Ibu Pertiwi menjadi pusat manufaktur (manufacturing hub) layaknya China.
Ketiga adalah pelonggaran kebijakan moneter yang ditopang oleh nilai tukar rupiah yang stabil. Tahun ini, Bank Indonesia (BI) telah memangkas suku bunga acuan sebesar 100 basis poin dengan harapan mendongkrak pertumbuhan kredit yang akan menopang laju perekonomian domestik.
Sebagai perbandingan, pada akhir tahun 2018, IHSG ditutup minus dan menjadi yang terburuk dalam 3 tahun terakhir setelah ambles 2,54% dalam setahun, padahal tahun 2017 dan 2016 IHSG masih memberikan return 19,99% dan 15,32%
Tak hanya itu, untuk Indonesia, JPMorgan juga memberikan rekomendasi "overweight" bagi saham saham sektor perbankan, properti, telekomunikasi, infrastruktur, dan konsumer. Sementara itu sektor yang dihindari yakni batu bara, dan ritel.
Overweight berarti saham yang direkomendasi itu diperkirakan akan mengalami kenaikan yang bisa melebihi saham lain yang menjadi patokannya.
Adapun risiko yang mesti diperhatikan oleh pelaku pasar pada tahun depan ialah kondisi makro ekonomi Indonesia, melebarnya defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD), dan depresiasi rupiah terhadap dolar AS.
Simak proyeksi IHSG, window dressing
(tas/tas)
Bisnis - Terkini - Google Berita
November 28, 2019 at 12:37PM
https://ift.tt/2XVG0lN
JPMorgan: Saham di Asia Cemerlang di 2020, IHSG pun Oke! - CNBC Indonesia
Bisnis - Terkini - Google Berita
https://ift.tt/34Gk0OK
Bagikan Berita Ini
0 Response to "JPMorgan: Saham di Asia Cemerlang di 2020, IHSG pun Oke! - CNBC Indonesia"
Post a Comment