Search

Usai Anjlok 9%, The Fed Pompa Harga Emas Melesat 1% - CNBC Indonesia

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga logam mulia emas menguat pada perdagangan pagi ini setelah sepekan lalu jatuh dalam. Salah satu sentimen positif yang mendongkrak harga emas pada perdagangan pagi ini adalah kebijakan bank sentral AS yang kembali menurunkan suku bunga acuannya.

Pada perdagangan hari pertama awal pekan ini, Senin (16/3/2020) harga emas di pasar spot mencatatkan penguatan sebesar 1,01% ke level US$ 1.544,81/troy ons. Sejak Selasa pekan lalu (10/3/2020) harga emas terus melorot. Sepekan kemarin harga emas tercatat melemah 8,95% dari level tertingginya pada Senin (9/3/2020).

Pekan kemarin pasar saham global rontok setelah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan COVID-19 sebagai pandemi. Kejatuhan bursa saham global membuat emas yang sedang berada di level tertingginya juga harus dilikuidasi untuk mengcover margin calls.


"Ketika pasar saham berada dalam tekanan dan ada dorongan kebutuhan likuiditas di setiap pasar, tak menutup kemungkinan bahwa emas juga akan mendapat tekanan jual" kata Suki Cooper analis Standard Chartered Bank seperti yang diwartakan Reuters.
"Kita sedang berada di fase di mana emas dilikuidasi...beberapa orang mungkin kaget bahwa (harga) emas jatuh dan berkata (emas) bukan lagi aset safe haven. Namun dalam konteks ini, emas membantu menyediakan likuiditas ketika kita membutuhkan" kata Giovanni Staunovo seorang analis komoditas UBS.

Pagi ini harga emas berhasil menguat dipicu oleh sentimen positif yang datang dari bank sentral AS, The Federal Reserves. Secara mengejutkan The Fed memutuskan untuk memangkas suku bunga acuan sebesar 100 basis poin (bps) menjadi 0-0,25%. Level suku bunga acuan tersebut merupakan level terendah sejak 2015.

The Fed memberikan kejutan di pasar dengan memutuskan kebijakan moneter lebih awal dari waktu yang dijadwalkan. Semestinya, Komite Pengambil Kebijakan The Fed (FOMC) baru mengadakan rapat pada 17-18 Maret. Namun sepertinya bank sentral AS tersebut melihat kondisi saat ini sangat genting sehingga memutuskan untuk melonggarkan kebijakan moneternya dengan segera.

"Wabah corona telah membahayakan komunitas dan mengganggu aktivitas ekonomi di berbagai negara" kata The Fed, mengutip CNBC Internasional.


Rendahnya suku bunga terutama di AS membuat memegang instrument investasi tanpa imbal hasil seperti emas menjadi lebih dilirik. Karena biaya yang ditanggung alias opportunity cost memilih aset ini menjadi lebih rendah dan emas menjadi intstrumen yang menarik.

Selain itu penurunan suku bunga membuat dolar melemah. Pada pukul 08.25 indeks dolar yang mengukur mata uang dolar dengan mata uang lain melemah 0,43%.

Pelemahan dolar membuat harga emas yang sudah anjlok jadi semakin murah bagi pemegang mata uang lain. Maklum emas dibanderol dalam mata uang dolar AS.  Sehingga hal ini dimanfaatkan para investor untuk membeli emas.

Harga emas masih memiliki peluang untuk menguat mengingat investor masih cenderung risk off di saat-saat seperti ini, walau sudah ada indikasi juga orang-orang mulai beralih untuk menyimpan aset mereka dalam bentuk cash.

"Kami memperkirakan harga akan tetap didukung oleh sentimen risk-off dalam beberapa bulan mendatang karena ketidakpastian seputar pertumbuhan global berlanjut dengan pandemi COVID-19 yang sekarang menyebar di seluruh dunia," kata Fitch Solutions dalam sebuah catatan.

Berdasarkan data teranyar hasil kompilasi John Hopkins University CSSE, saat ini sudah ada 167.811 kasus di lebih dari separuh negara di penjuru dunia. Jumlah korban meninggal sudah mencapai hampir 6.500 orang. Saat ini wabah COVID-19 memang menjadi salah satu risiko terbesar yang mengancam perekonomian global.

[Gambas:Video CNBC]

TIM RISET CNBC INDONESIA (twg/twg)

Let's block ads! (Why?)



Bisnis - Terbaru - Google Berita
March 16, 2020 at 08:45AM
https://ift.tt/2IRgaZk

Usai Anjlok 9%, The Fed Pompa Harga Emas Melesat 1% - CNBC Indonesia
Bisnis - Terbaru - Google Berita
https://ift.tt/34Gk0OK

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Usai Anjlok 9%, The Fed Pompa Harga Emas Melesat 1% - CNBC Indonesia"

Post a Comment

Powered by Blogger.